Tradisi Ruwatan Untuk Pembersihan Spiritual Anak-anak Dari Sukerto
2 min read
Kendal, wartakadin.com Kemajuan teknologi yang pesat tidak menyurutkan tradisi turun temurun yang menjadi warisan nenek moyang, khususnya kebudayaan Jawa. Salah satu contohnya adalah tradisi Ruwatan, seperti upacara yang dijalankan masyarakat sebagai bentuk pembersihan spiritual untuk anak-anak yang dianggap mendapat anugerah dari Allah SWT, dilakukan pada Rabu (8/11/2023).
Menurut penuturan Mbah Slamet Kholidin, sesepuh Dusun Pesanggrahan, terdapat kriteria khusus yang menentukan perlunya ruwatan bagi anak-anak. Kriteria itu antara lain :
(1) Anak tunggal laki-laki disebut ontang anting (2) Anak tunggal perempuan disebut unting unting (3) Dua anak laki-laki disebut uger uger lawang (4) Satu anal laki-laki dan satu anak perempuan disebut kedhana kedhini (5) Dua anak perempuan disebut kembang sepasang (6)Tiga anak laki-laki disebut cukit dulit
(7) Tiga anak perempuan disebut gotong mayit (8) Tiga anak (laki-laki, perempuan, laki-laki) disebut sendang kapit pancuran
(9) Tiga anak (perempuan, laki-laki, perempuan) disebut pancuran kapit sendang
(10) Empat anak perempuan disebut sarimbi (11) Empat anak laki-laki disebut saramba
(12) Empat anak (laki-laki, perempuan, laki-laki, perempuan) disebut gilir kacang
(13) Lima anak laki-laki disebut pandhawa
(14) Lima anak perempuan disebut pendhawi
(15) Empat laki-laki satu perempuan disebut ngayoni.
Anak-anak yang memenuhi kriteria tersebut perlu menjalani ruwatan untuk membersihkan diri dari kesialan sepanjang hidupnya.
Tradisi ini memegang peranan penting dalam menjaga keharmonisan dan keberkahan keluarga.
Pada sebuah upacara Ruwatan yang dilakukan oleh keluarga Bapak Prayit dan Ibu Ruswati, mereka mengundang sesepuh Mbah Samsi dan grup kesenian Jaran Kepang Wahyu Manunggal Setyo Budoyo. Dalam upacara ini dilakukan untuk dua putri mereka, yakni Mei Dewi Ratna Sari dan Rosiana Dewi Pratiwi, yang termasuk dalam golongan kembang sepasang.
Berkenaan dengan tradisi ini, Prayit menyampaikan harapannya, “Semoga setelah ruwatan ini, saya sekeluarga, dan kedua putri saya diberi kesehatan, dijauhkan dari balak bencana, dan diberikan rejeki yang melimpah oleh Allah Tuhan Yang Maha Esa.”
Diharapkan upacara ini bukan hanya sekadar tradisi, melainkan sebuah wujud kepercayaan dan penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur yang tetap dijaga meski zaman terus berkembang. Kriteria yang disampaikan Mbah Slamet Kholidin menjadi panduan dalam merayakan tradisi ini untuk menjaga kelestarian budaya Jawa dalam bingkai zaman yang terus berubah. Sriyanto