Untung Ruginya Revisi UU No.13 Tahun 2003 Bagi Dunia Industri
2 min read
UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dikupas di acara Talkshow Nasional Ketenagakerjaan ASPHRI (8/8/2019) di Prime Biz Hotel Cikarang. Dalam kesempatan tersebut pakar-pakar ketenagakerjaan diundang sebagai pembicara, sebut saja Fahmi Idris akademisi dan mantan Menaker, Myra M. Hanartani Ketua Bidang Regulasi Apindo, R. Abdullah Ketua DPP SPSI dan Yosminaldi Ketua ASPHRI sekaligus sebagai moderator.
Dari era pemerintahan Megawati, SBY hingga Jokowi UU No. 13/2003 selalu disuarakan oleh kalangan serikat pekerja untuk direvisi bahkan dicabut. UU ini memang mengundang kontroversial yang menimbulkan ketidakpastian hukum. Dampaknya, seringkali menciptakan ketidakharmonisan hubungan industrial di lingkungan kerja antara pengusaha dan pekerja.
Baca: Tolak Revisi UU Ketenagakerjaan, KSPI Bakal Gelar Aksi Besar-besaran
Dalam sambutannya sebagai panitia penyelenggara, Yosminaldi mendorong Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bisa mengajak semua pihak terkait, seperti pengusaha, serikat pekerja, elemen-elemen terkait, dan praktisi HR untuk duduk bersama dan berbicara.
“Saya tidak tahu, mungkin ini semacam testing dari pengusaha untuk melihat apa gejolaknya. Tapi kalau menurut saya akan lebih baik sebenarnya pihak Apindo mengajak kita bicara dulu, nanti kita teruskan ke presiden. Inilah akhir gejolak dari buruh karena mereka hanya mendapatkan informasi dari media,” ujar Yosminaldi.
Lebih lanjut Yosminaldi mengatakan, perlu tidaknya revisi UU No.13/2003 itu tergantung kepentingan. Jadi, undang-undang ini tidak ada yang memuaskan semua pihak, pasti ada saja pihak-pihak yang dirugikan. Tapi bagaimana pun juga dalam perkembangannya harus dievaluasi.
“Kalau ada yang dirugikan, mari kita bicara bersama. Apa yang perlu kita perbaiki. Jadi saya pikir, semua itu tidak bisa kaku. Apalagi, dalam perkembangan revolusi 4.0 menuntut macam-macam. Belum lagi investasi masuk, belum lagi pemerintah menginginkan adanya pemerataan kesempatan kerja. Hal itu kita hargai, yang paling penting bagi saya perlu adanya komunikasi,” paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Myrna menyebutkan saat ini dunia ketenagakerjaan kita sudah kondusif. Pemerintah, diharapkan melakukan kajian secara yuridis dan sosiologis, terkait dengan persiapan revisi UU No.13/2003 tentang ketenagakerjaan. Untuk itu perlu adanya titik temu antara pengusaha dan pekerja, agar nantinya dapat menguntungkan kedua pihak dalam upaya revisi tersebut.
Myrna yakin dengan adanya revisi UU No.13/2003, akan memberikan dampak positif dan menjadi kepentingan bersama untuk memastikan kita mempunyai ekosistem ketenagakerjaan yang baik. Sehingga, iklim investasi, baik dari dalam maupun luar negeri bisa menggenjot ekonomi secara signifikan yang ujung-ujungnya dapat meningkatkan kompetensi dan produktifitas pekerja serta menekan tingkat pengangguran secara merata dan berkeadilan.